09 Mei 2008

Aplikasi SIG Untuk Kesehatan

Kalau dibilang bangsa ini latah, banyak orang pasti protes tapi pasti banyak juga yang akan mengiyakan. Latah ini bukan ternyata juga muncul ketika wabah penyakit (flu burung, SARS, HIV, dll) bermunculan di negeri tercinta ini. Salah satu latah yang muncul adalah mulai terpikirkan (mungkin sudah terpikir lama tetapi belum punya dana) untuk membuat yang namanya GIS untuk mengatasi/mengurangi/mencegah penyakit menular. Latah ini bagus kalau tidak hanya sebatas wacana, tetapi diwujudkan dengan membangun sebuah sistem.

Selengkapnya...

Kajian geografi dalam bidang kesehatan bukan merupakan hal baru. Memetakan penyakit menular bukan sudah dilakukan dari jaman dahulu, banyak sekali ahli epidemiologi bekerja untuk memetakan lokasi penyebaran penyakit menular, mempelajari pola penyebaran secara spasial sebagai bahan analisis untuk mencegah penyebaran penyakit menular tersebut.

Secara tradisional ahli epidemiologi menggunakan peta dalam menganalisa hubungan antara lokasi, lingkungan dan penyakit. Kemudian akhirnya GIS digunakan sebagai alat bantu pemantauan dan monitoring dari penyebaran penyakit melalui wadah vektor, air, kondisi lingkungan serta analisis lain yang lebih kompleks seperti faktor kebijakan, perencanaan kesehatan sampai digunakan juga untuk menyimpulkan serta membuat hipotesis bagi penyelesaian masalah kesehatan.

GIS sebagai alat bantu mampu membantu peneliti kesehatan dalam menentukan area yang rentan terjangkit, kelompok masyarakat yang juga rentan serta digunakan juga sebagai alat identifikasi alokasi sumberdaya dalam rangka penyelesaian masalah penyakit menular. Seorang ahli epidemiologis dengan seorang geografer bisa bekerjasama dan saling membantu dalam masalah penyebaran serta penanggulangan penyakit menular.

Beberapa kasus belakangan ini yang terjadi di Indonesia mulai dari flu burung (avian influenza), antrax, dll mampu menyedot perhatian pemerintah bahwa negeri ini rentan terhadap serangan penyakit menular. Belum lagi dengan penyakit 'tahunan' seperti demam berdarah, malaria, diare, dll. Heboh ini dipicu juga oleh ketakutan beberapa organisasi kesehatan yang mengkhawatirkan virus-virus ini menyebar ke seluruh dunia. Coba saja buka situs WHO yang terus memantau kejadian-kejadian penyakit menular di dunia (www.who.org).

Kalau kemudian pemerintah untuk mencari solusi dalam penyelesaian masalah penyebaran penyakit menular, kita semua harus membantu. Sumbangan komunitas geografi adalah analisis spasial yang mampu menjadi bahan dalam pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah penyakit menular, solusi termudah adalah "mengompori" pemerintah membuat suatu sistem terpadu secara spasial (tentunya dengan GIS sebagai alat bantu) dalam memetakan, memantau kejadian penyakit menular, menganalisa lokasi rentan, menganalisa faktor-faktor lingkungan, cuaca serta modus bepergian masyarakat. Sebelum terjebak ke penjelasan detil teknis GIS, penulis merasa bahwa membangun sebuah sistem ini sangat mudah, dengan SDM yang ada, dengan sumber keuangan yang ada, dengan dukungan hardware atau software yang ada tentu saja semua tujuan pembangunan sistem ini akan terwujud.

Mundur ke belakang adalah pilihan yang paling bagus dalam mewujudkan sebuah Kerangka Kerja yang lebih lengkap, melibatkan semua pihak, melibatkan semua daya dan kemampuan yang ada dalam membangun sebuah sistem berbasis spasial yang mampu memberikan masukan bagi penanggulangan masalah penyakit menular. Mundur ke belakang ini terdiri atas beberapa langkah; pertama adalah memetakan siapa sudah berbuat apa (stakeholders mapping), kedua mendata siapa akan berbuat apa; ketiga adalah menilai dari mana harus melangkah.

Dari langkah mundur ini, baru langkah ke depan ditentukan; pertama membangun komitmen bersama; kedua adalah menentukan prioritas; ketiga adalah membangun sistem yang berkelanjutan (sustainable). Langkah mundur tadi mampu menjegah beberapa hal mubazir seperti adanya inisiatif pengulangan atau kadang orang bijak sering menyebut "DO NOT RE-INVENTING THE WHEEL", mencegah kegiatan yang hanya menyokong kepentingan segelintir kelompok. Di sinilah peran pemerintah dituntut lebih, lebih sebagai organisatoris, lebih sebagai pemimpin, lebih sebagai penjamin bahwa semua sistem yang dibangun akan didukung oleh kebijakan yang sifatnya jangka panjang.

Pada tahapan pelaksanaan geografer mampu menyumbangkan banyak pikiran, mampu memberikan banyak solusi. Analisis spasial yang mampu menghasilkan masukan berharga bagi bidang kesehatan khususnya penyakit menular ini bukan hanya sekedar teori tetapi bisa dilakukan di negeri ini. Meskipun sempat bergumam dalam hati 'kenapa baru sekarang!!!??' paling tidak beberapa pemikiran untuk mulai mengaplikasi ilmu geografi dalam bidang kesehatan bisa menjadi langkah terbaik dalam menanggulangi permasalahan di negeri tercinta ini.

Mudah-mudahan dengan aplikasi GIS bidang kesehatan tidak akan ada lagi peta 'buruk rupa' seperti yang bisa di download dari situs Depkes seperti gambar berikut :















Sumber: Musnanda Satar [Pemerhati masalah GIS, lulusan Geografi FMIPA UI tahun 1996, lulusan Program Pascasarjana Planologi ITB (2005)].